Selasa, 25 Februari 2014

Pengertian Nilai-Nilai Budaya Dayak di Era Globalisasi

1. Nilai Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu. Sedangkan  teori adalah adalah penyelidikan eksperimental yg mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi dan argumentasi.
Nilai Teori Orang Dayak Kalimantan khususnya Dayak Kalteng memiliki 7 Prinsip Panutan dan Norma Hidup Orang Dayak Kalteng Bumi Isen Mulang, yaitu :
1.    Suku Dayak mempunyai bentuk dan organ tubuh selayaknya seorang manusia, tidak berekor seperti binatang, sebab yang terlihat itu adalah pakaian yang terbuat dari kulit binatang.
2.    Suku Dayak merupakan penghuni atau penduduk asli Pulau Kalimantan
3.    Orang Dayak bukan pemotong leher dan pemakan manusia.
4.    Sifat umum Orang Dayak adalah berani, jujur, peramah, setiakawan dan suka menolong.
5.    Orang Dayak lebih senang mengalah (khususnya terhadap pendatang), rendah hati dan menghormati tetuanya.
6.    Orang Dayak mempunyai kesenian, kebudayaan dan peka terhadap keindahan.
7.    Orang Dayak sadar hukum dan mentaati hukum adat yang diperlakukan padanya.
8.    Orang Dayak menghormati adat dan kepercayaan orang lain, penuh toleransi dan tidak fanatik.
9.    Orang Dayak setuju terhadap perubahan yang tidak melanggar adat, antusia terhadap perkembangan zaman dan tanggap terhadap IPTEK.
Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung (pesan sederhana yang sesungguhnya penuh makna)

2. Nilai Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu. Sedangkan sosial yang berkenaan dengan masyarakat adalah komunikasi  dalam usaha menunjang suatu pembangunan ini atau perhatian pada kepentingan umum (suka menolong, dan menderma).
Nilai sosial yang terdapat dalam suatu upacara-upacara tradisional dengan mencerminkan asumsi apa yang baik dan boleh dilakukan dan apa saja yang tidak baik bagi yang tidak boleh dilakukan sehinga norma-norma dan nilai-nilai dapat dipakai sebagai pengendalian sosial dan pedoman berperilaku bagi masyarakat pendukung upacara tradisional ini. Hal ini juga berhubungan dengan upacara Pertanian dan kepercayaan pada masyarakat Dayak.
Manusia Dayak kekinian tidak lagi mengenal karakter sebagai manusia Dayak.Pada era globalisasi sekarang ini, dimana rujukan modern mengambil barat sebagai patokan, kompetisi sebagai dasar hubungan dan kekuasaan sebagai orientasi membawa manusia Dayak semakin terasing dari karakternya.Dasar solidaritas dipecah dan direkayasa secara historis dan sistematis lewat pelabelan Rumah Betang yang tidak sehat dan tidak modern.Rumah-rumah dipisahkan dengan pagar-pagar tinggi, manusia hidup dalam suasana yang kompetitif dimana yang kuat yang menang, hidup menurut hukum rimba dengan bungkus modernisasi.Semboyan-semboyan lokal seperti penyang hinje simpey sekadar menjadi slogan sebuah kabupaten yang hampir tidak tampak lagi karakter “Dayak”nya.
Hal ini semakin membawa kita pada penyaksian bahwa nilai budaya Dayak yang menggunakan kata “ikau” terhadap kawan, saudara tua atau muda, orang tua semakin terpisah dalam kondisi kekinian. Dimana kamu, anda dan bapak/ibu dipakai sebagai kata yang maknanya sama hanya peruntukan berbeda, tergantung pada usia, posisi, kekuasaan, jabatan dan kekayaan. Sungguh, bukanlah karakter Dayak yang demikian tidak egaliter.

3.      Nilai Ekonomi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu.  Ekonomiadalah  ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan).
Dalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya orang Dayak tidak dapat dipisahkan dengan hutan; atau dengan kata lain hutan yang berada di sekeliling mereka merupakan bagian dari kehidupannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung dari hasil hutan.Sapardi (1994), menjelaskan bahwa hutan merupakan kawasan yang menyatu dengan mereka sebagai ekosistem. Selain itu hutan telah menjadi kawasan habitat mereka secara turun temurun dan bahkan hutan adalah bagian dari hidup mereka secara holistik dan mentradisi hingga kini, secara defakto mereka telah menguasai kawasan itu dan dari hutan tersebut mereka memperoleh sumber-sumber kehidupan pokok.
Dalam studi kasus tentang sistem perladangan suku Kantu’ di Kalimantan Barat Dove, (1988) merinci tahap-tahap perladangan berpindah sebagai berikut: (1) pemilihan pendahuluan atas tempat dan penghirauan pertanda burung; (2) membersihkan semak belukar dan pohon-pohon kecil dengan parang; (3) menebang pohon-pohon yang lebih besar dengan beliung Dayak; (4) setelah kering, membakar tumbuh-tumbuhan yang dibersihkan; (5) menanam padi dan tanaman lainnya ditempat berabu yang telah dibakar itu (kemudian di ladang berpaya mengadakan pencangkokan padi); (6) menyiangi ladang (kecuali ladang hutan primer);(7) menjaga ladang dari gangguan binatang buas; (8) mengadakan panen tanaman padi; dan (9) mengangkut hasil panen ke rumah.
Selanjutnya menurut Soegihardjono dan Sarmanto (1982) ada empat kegiatan tambahan yang tidak kalah penting dalam kegiatan berladang adalah: (1) pembuatan peralatan ladang (yaitu menempa besi, membuat/memahat kayu dan menganyam rumput atau rotan); (2) membangunan pondok di ladang; (3) memproses padi; (4) menanam tanaman yang bukan padi. Dalam setiap tahap kegiatan mengerjakan ladang tersebut biasanya selalu didahului dengan upacara-upacara tertentu. Hal ini dilakukan dengan maksud agar ladang yang mereka kerjakan akan mendapat berkah dan terhindar dari malapetaka.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dakung (1986) tentang suku Dayak di Kalimantan Barat, bahwa peralatan yang digunakan dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi seperti mengumpulkan hasil hutan, berburu, menangkap ikan, perkebunan rakyat seperti kopi (Coffea arabica), karet (Havea brasiliensis), kelapa (Cocos nucifera), buah-buahan, antara lain ialah pisau, kapak. baliong, tugal, pangatam, bide, inge, atokng, nyiro, pisok karet, tombak dan lain-lain. Dalam pada itu, jenis-jenis peralatan rumah tangga seperti alat-alat masak memasak antara lain periuk atau sampau dari bahan kuningan atau besi untuk menanak nasi, kuwali terbuat dari tanah liat atau logam, panci dari bahan logam, ketel atau ceret dari bahan logam, dan tungku batu. Jenis alat tidur antara lain tikar yang terbuat dari daun dadang dan daun urun, kelasa yaitu tikar yang terbuat dari rotan, bantal yang terbuat dari kabu-kabu (kapuk) yang disarung dengan kain, klambu, katil dan pangking yaitu tempat tidur yang terbuat dari kayu.

4. Nilai Kuasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nilai adalah nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu.   Kuasa adalahkemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu), kekuatan, wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus).
engenal masyarakatnya dengan baik. Pemimpin suku Dayak, bukan seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih, dari masyarakat, namun justru sebaliknya. Pemimpin yang disegani ialah pemimpin yang mampu dekat dan memahami masyarakatnya antara lain : bersikap Mamut Menteng, maksudnya gagah perkasa dalam sikap dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia lakukan. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Dalam sikap dan perbuatan selalu adil. Apa yang diucapkan benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi keberpihakannya kepada warganya. Sikap mamut menteng yang dilengkapi dengan tekad isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan orang Dayak. Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan manusia Dayak dengan alam. Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan angin adalah nafas kehidupan. Dengan demikian Kemanapun pergi, dimanapun berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan gentar tak akan pernah mereka miliki.Jiwa Kepemimpinan Suku Dayak Khususnya di Kalimantan Tengah Suku Dayak amat taat dan setia kepada pemimpin yang telah mereka akui sendiri. Di lain pihak, untuk mendapatkan pengakuan dari penduduk, seorang pemimpin harus benar-benar mampu mengayomi dan mengenal masyarakatnya dengan baik. Pemimpin suku Dayak, bukan seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih, dari masyarakat, namun justru sebaliknya. Pemimpin yang disegani ialah pemimpin yang mampu dekat dan memahami masyarakatnya antara lain : bersikap Mamut Menteng, maksudnya gagah perkasa dalam sikap dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia lakukan. Berani berbuat, berani bertanggung jawab.Dalam sikap dan perbuatan selalu adil.Apa yang diucapkan benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi keberpihakannya kepada warganya.Sikap mamut menteng yang dilengkapi dengan tekad isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan orang Dayak.Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan manusia Dayak dengan alam.Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan angin adalah nafas kehidupan. Dengan demikian Kemanapun pergi, dimanapun berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan gentar tak akan pernah mereka miliki.Mereka tidak takut ditertawakan, tidak takut pula akan adanya penghianatan, karena pada dirinyapun tidak terbersit sedikitpun niat untuk berkhianat pada warganya. Segalanya dilakukan dengan tulus dan kesungguhan sehingga kelecakan atau kesombongan rontok berkeping-keping.
Mengenal Peradilan Adat ”Jika rasa keadilan tidak lagi menjadi milik semua orang, dan ketika rasa keadilan itu terpasung dalam bingkai institusi pengadilan kenegaraan yang harus dibayar mahal oleh rakyat. Maka, Peradilan adat adalah pilihan tepat.”
Dalam konteks kekinian peradilan adat mungkin telah menjadi kata-kata yang maknanya sulit dipahami oleh banyak pihak. Alasannya mungkin saja karena informasi tentang peradilan adat sangat minim atau disebabkan adanya upaya sistematis oleh para pihak terutama negara yang mencoba mengaburkan makna hakiki dari peradilan adat itu sendiri. Faktanya sampai saat ini peradilan adat hanyalah tinggal cerita-cerita lama, yang terbungkus dalam bingkai usang sejarah negara ini.
. Peraturan dan kebijakan anti peradilan adat ini secara pasti berdampak terhadap hilangnya kuasa para Kepala Adat dan para Temenggung, karena dengan adanya penyeragaman tersebut tugas dan fungsinya sebagai satu-kesatuan dari sistem hukum adat tergantikan oleh aparatus desa.

5.  Nilai Agama
Menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI) nilai adalah nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu.Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan.
kepercayaan kepada dewa-dewa. Sebelum agama islam masuk ke kalimantan selatan, agama siwa Budha sudah lama berkembang di daerah negara Dipa dan negara Daha. yang jelas bukti keberadaanya adalah agama Siwa dengan candi Laranya yang terdapat di daerah Margasari, dimana terdapat Bekas Lingga, joni, nandi, dan sebuah Arca yang sudah tidak utuh lagi.
Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus.masyarakat kalimantan selatan pada umumnya mempercayai adanya alam mahluk-mahluk halus ini,yang meliputi : alam gaib tinggal dibumi lamah, berbentuk manusia gaib, mati dan melahirkan, hidup bermasyarakat seperti masyarakat biasa, darim lapisan raja-raja, bangsawan, ksatria, ulama, dukun dan sebagainya. Dalam hal nini golongan-golongan raja-raja Banjar mitologis sampai dengan beberapa raja Banjar Historis di kategorikan dengan manusia alam gaib.
Yang sangat terkenal dan sering dipanggil dalam dalam tiap upacara religi atau upacara adat biasa adalah pangeransuriantadan putri junjung buih, Pangeran Kacil,panembahan Batuah, Menteri Empat seperti Panimbah segarapembelah batung, manguntung manau, mangaruntung waluh, pengeran Bagalung dan sebagainya.
Kepercayaan kepada muakkad dan muwakkal,  mereka juga di kategorikan sebagai mahluk-mahluk halus yang terdapat dalam kepercayaan agama islam. Setiap manusia yang telh mencpai tingkat kesempurnaan dan kewalian, mempunyai teman yang disebut muakkal-muakkal. Di kalimantan selatan terkenal umpamanya Muakkal Datu kalampaian atau dalam sebutan umum dikenal sebagai Datu Baduk, seorang jin islam yang tinggi agamanya dan datang bersama Syekh Arsyad al Banjari dari Mekkah.
Kepercayaan kepada para Datu, kepercayaan ini amat umum dikalangan masyarakat kalimantan selatan ini. Datu-datu ini terkenal dalam cerita
rakyat berupa mitologi mmengenai macam-macam aspek, umpamanya Datu pujung, Datu pegunungan bukit Meratus, datu kertamina, datu yang menguasai para buaya, datu sapala dan sebagainya.
Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus. Mahluk-mahluk halus dianggap  mendiami gundukan-gundukan tanah (belahmika), punggur kayu,jenis-jenis kayu tertentu, parit sungat dan sebagainya.
Jenis-jenis hantu ini adalah: hantu kisutatau datung kabayan, sundal bolong,hantu suluh (malam hari), agaman atau takkau adalah kucing hitam yang bisa berubah menjadi sebesar kerbau dan sebagainya.
Kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan gaib : umumnya berlaku dipedesaan dan kota. Kekuatan-kekuatan gaib ini bersifat magic memiliki kekuatan-kekuatan positif atau negatif dan da;am istilah darah disebut dengan kekuatan putih atau kekuatan hitam. Yang putih tidak sellu baik, demikian pula yang hitam tidak selalu jahat. Sumber kepercyaanya berasal dari kebudayaan asli daerah.,dan adapula yang berasal dri agamaislam sendiri. Dalam hal yang bersumber dari  kebudayaan asli daerah yaitu dari kahariangan atau bukit, dimana terdapat kekuatan-kekutan gaib yang diginakan untuk membunuh dan merusak hidup orang.
Parung maya adalah kekuatan gaib yang sangat ditakuti karena jika orang yang terkena kekuatan ini maka langsung meninggal. Mereka yang melakukan parung Maya ini dengan kekuatan gaib, menggunakan parang dengan daun linjuang yang bentuknya seperti pisau berkaki tunggal diwaktu senja.
Kepercayan kepada kekuatan-kekuatan sakti. Semua jenis bend dinggap memiliki kekuatan sakti yang dapat memberikan kebaikan atau keburukan.
Kepercayaan kepada jimat-jimat, berupa benda yang dibuat dengan aturan – aturan tertentu, baik kertasnya, tintanya, dan waktu
mengerjakannya, teknik dan ayat-ayat yang di tulis dalam bentuk lambang angka atau kalimat-kalimat tertentu. Jimat-jimat ini biasanya berbentuk segi empat, bundar dan pipih.
Kepercayaan terhadap kekuatan batu-batu sakti.  Dalam kepercayaan terhadap batu- batu ini nanya percaya kepada dua jenis batu saja, yang khas dalamkedudukannya dalam hal pemilikan tenaga kesaktian ini yaitu : batu akik dan batu jambrut. Batunakik brfungsi sebagai kekuatan-kekuatan pintu rejeki terantung dilihat dari pancaran sinarnya. Demikian pula denganbatu jambrut, tergantung  dari jenis rupa dan bentuk pancar yang ada.

1 komentar: