1. Nilai Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu. Sedangkan teori adalah adalah penyelidikan eksperimental yg mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi dan argumentasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu. Sedangkan teori adalah adalah penyelidikan eksperimental yg mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi dan argumentasi.
Nilai Teori Orang Dayak Kalimantan khususnya Dayak Kalteng memiliki 7 Prinsip Panutan dan Norma Hidup
Orang Dayak Kalteng Bumi Isen Mulang, yaitu :
1. Suku Dayak mempunyai bentuk dan organ tubuh
selayaknya seorang manusia, tidak berekor seperti binatang, sebab yang terlihat
itu adalah pakaian yang terbuat dari kulit binatang.
2. Suku Dayak merupakan penghuni atau penduduk
asli Pulau Kalimantan
3. Orang
Dayak bukan pemotong
leher dan pemakan manusia.
4. Sifat umum Orang Dayak adalah berani, jujur, peramah, setiakawan dan suka
menolong.
5. Orang
Dayak lebih senang
mengalah (khususnya terhadap pendatang), rendah hati dan menghormati tetuanya.
6. Orang
Dayak mempunyai
kesenian, kebudayaan dan peka terhadap keindahan.
7. Orang
Dayak sadar hukum dan
mentaati hukum adat yang diperlakukan padanya.
8. Orang
Dayak menghormati adat
dan kepercayaan orang lain, penuh toleransi dan tidak fanatik.
9. Orang
Dayak setuju terhadap
perubahan yang tidak melanggar adat, antusia terhadap perkembangan zaman dan
tanggap terhadap IPTEK.
Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung
(pesan sederhana yang sesungguhnya penuh makna)
2. Nilai Sosial
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nilai adalah harga (dalam arti taksiran
harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu. Sedangkan sosial yang berkenaan
dengan masyarakat adalah komunikasi
dalam usaha menunjang suatu pembangunan ini atau perhatian pada
kepentingan umum (suka menolong, dan menderma).
Nilai
sosial yang terdapat dalam suatu upacara-upacara tradisional dengan
mencerminkan asumsi apa yang baik dan boleh dilakukan dan apa saja yang tidak
baik bagi yang tidak boleh dilakukan sehinga norma-norma dan nilai-nilai dapat
dipakai sebagai pengendalian sosial dan pedoman berperilaku bagi masyarakat
pendukung upacara tradisional ini. Hal ini juga berhubungan dengan upacara
Pertanian dan kepercayaan pada masyarakat Dayak.
Manusia Dayak
kekinian tidak lagi mengenal karakter sebagai manusia Dayak.Pada era
globalisasi sekarang ini, dimana rujukan modern mengambil barat sebagai
patokan, kompetisi sebagai dasar hubungan dan kekuasaan sebagai orientasi
membawa manusia Dayak semakin terasing dari karakternya.Dasar solidaritas
dipecah dan direkayasa secara historis dan sistematis lewat pelabelan Rumah
Betang yang tidak sehat dan tidak modern.Rumah-rumah dipisahkan dengan
pagar-pagar tinggi, manusia hidup dalam suasana yang kompetitif dimana yang
kuat yang menang, hidup menurut hukum rimba dengan bungkus
modernisasi.Semboyan-semboyan lokal seperti penyang hinje simpey sekadar
menjadi slogan sebuah kabupaten yang hampir tidak tampak lagi karakter
“Dayak”nya.
Hal ini semakin
membawa kita pada penyaksian bahwa nilai budaya Dayak yang menggunakan kata
“ikau” terhadap kawan, saudara tua atau muda, orang tua semakin terpisah dalam
kondisi kekinian. Dimana kamu, anda dan bapak/ibu dipakai sebagai kata yang
maknanya sama hanya peruntukan berbeda, tergantung pada usia, posisi,
kekuasaan, jabatan dan kekayaan. Sungguh, bukanlah karakter Dayak yang demikian
tidak egaliter.
3.
Nilai Ekonomi
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia ( KBBI) nilai adalah harga (dalam arti
taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu. Ekonomiadalah ilmu mengenai asas-asas
produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan,
perindustrian, dan perdagangan).
Dalam melangsungkan dan mempertahankan
kehidupannya orang Dayak tidak dapat dipisahkan dengan hutan; atau dengan kata
lain hutan yang berada di sekeliling mereka merupakan bagian dari kehidupannya
dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung dari hasil hutan.Sapardi
(1994), menjelaskan bahwa hutan merupakan kawasan yang menyatu dengan mereka
sebagai ekosistem. Selain itu hutan telah menjadi kawasan habitat mereka secara
turun temurun dan bahkan hutan adalah bagian dari hidup mereka secara holistik
dan mentradisi hingga kini, secara defakto mereka telah menguasai kawasan itu
dan dari hutan tersebut mereka memperoleh sumber-sumber kehidupan pokok.
Dalam studi kasus tentang sistem perladangan suku
Kantu’ di Kalimantan Barat Dove, (1988) merinci tahap-tahap perladangan
berpindah sebagai berikut: (1) pemilihan pendahuluan atas tempat dan
penghirauan pertanda burung; (2) membersihkan semak belukar dan pohon-pohon
kecil dengan parang; (3) menebang pohon-pohon yang lebih besar dengan beliung
Dayak; (4) setelah kering, membakar tumbuh-tumbuhan yang dibersihkan; (5)
menanam padi dan tanaman lainnya ditempat berabu yang telah dibakar itu
(kemudian di ladang berpaya mengadakan pencangkokan padi); (6) menyiangi ladang
(kecuali ladang hutan primer);(7) menjaga ladang dari gangguan binatang buas;
(8) mengadakan panen tanaman padi; dan (9) mengangkut hasil panen ke rumah.
Selanjutnya menurut Soegihardjono dan Sarmanto
(1982) ada empat kegiatan tambahan yang tidak kalah penting dalam kegiatan
berladang adalah: (1) pembuatan peralatan ladang (yaitu menempa besi,
membuat/memahat kayu dan menganyam rumput atau rotan); (2) membangunan pondok
di ladang; (3) memproses padi; (4) menanam tanaman yang bukan padi. Dalam
setiap tahap kegiatan mengerjakan ladang tersebut biasanya selalu didahului
dengan upacara-upacara tertentu. Hal ini dilakukan dengan maksud agar ladang
yang mereka kerjakan akan mendapat berkah dan terhindar dari malapetaka.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dakung (1986) tentang suku Dayak di Kalimantan Barat, bahwa peralatan yang
digunakan dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi seperti mengumpulkan hasil
hutan, berburu, menangkap ikan, perkebunan rakyat seperti kopi (Coffea
arabica), karet (Havea brasiliensis), kelapa (Cocos nucifera), buah-buahan,
antara lain ialah pisau, kapak. baliong, tugal, pangatam, bide, inge, atokng,
nyiro, pisok karet, tombak dan lain-lain. Dalam pada itu, jenis-jenis peralatan
rumah tangga seperti alat-alat masak memasak antara lain periuk atau sampau
dari bahan kuningan atau besi untuk menanak nasi, kuwali terbuat dari tanah
liat atau logam, panci dari bahan logam, ketel atau ceret dari bahan logam, dan
tungku batu. Jenis alat tidur antara lain tikar yang terbuat dari daun dadang
dan daun urun, kelasa yaitu tikar yang terbuat dari rotan, bantal yang terbuat
dari kabu-kabu (kapuk) yang disarung dengan kain, klambu, katil dan pangking
yaitu tempat tidur yang terbuat dari kayu.
4. Nilai Kuasa
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) nilai adalah nilai adalah harga
(dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya isi, kadar dan mutu. Kuasa adalahkemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu), kekuatan, wewenang atas sesuatu
atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus).
engenal masyarakatnya dengan baik. Pemimpin suku
Dayak, bukan seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih,
dari masyarakat, namun justru sebaliknya. Pemimpin yang disegani ialah pemimpin
yang mampu dekat dan memahami masyarakatnya antara lain : bersikap Mamut Menteng,
maksudnya gagah perkasa dalam sikap dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa
yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia lakukan. Berani berbuat, berani
bertanggung jawab. Dalam sikap dan perbuatan selalu adil. Apa yang diucapkan
benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi
keberpihakannya kepada warganya. Sikap mamut menteng yang dilengkapi dengan
tekad isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan
orang Dayak. Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan
manusia Dayak dengan alam. Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan
angin adalah nafas kehidupan. Dengan demikian Kemanapun pergi, dimanapun
berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan gentar tak akan pernah mereka
miliki.Jiwa
Kepemimpinan Suku Dayak Khususnya di Kalimantan Tengah Suku Dayak amat taat dan
setia kepada pemimpin yang telah mereka akui sendiri. Di lain pihak, untuk
mendapatkan pengakuan dari penduduk, seorang pemimpin harus benar-benar mampu
mengayomi dan mengenal masyarakatnya dengan baik. Pemimpin suku Dayak, bukan
seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih, dari
masyarakat, namun justru sebaliknya. Pemimpin yang disegani ialah pemimpin yang
mampu dekat dan memahami masyarakatnya antara lain : bersikap Mamut Menteng,
maksudnya gagah perkasa dalam sikap dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa
yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia lakukan. Berani berbuat, berani
bertanggung jawab.Dalam sikap dan perbuatan selalu adil.Apa yang diucapkan
benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi
keberpihakannya kepada warganya.Sikap mamut menteng yang dilengkapi dengan
tekad isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan
orang Dayak.Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan
manusia Dayak dengan alam.Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan
angin adalah nafas kehidupan. Dengan demikian Kemanapun pergi, dimanapun
berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan gentar tak akan pernah mereka
miliki.Mereka
tidak takut ditertawakan, tidak takut pula akan adanya penghianatan, karena
pada dirinyapun tidak terbersit sedikitpun niat untuk berkhianat pada warganya.
Segalanya dilakukan dengan tulus dan kesungguhan sehingga kelecakan atau
kesombongan rontok berkeping-keping.
Mengenal Peradilan Adat
”Jika rasa keadilan tidak lagi menjadi milik semua orang, dan ketika rasa
keadilan itu terpasung dalam bingkai institusi pengadilan kenegaraan yang harus
dibayar mahal oleh rakyat. Maka, Peradilan adat adalah pilihan tepat.”
Dalam konteks kekinian
peradilan adat mungkin telah menjadi kata-kata yang maknanya sulit dipahami
oleh banyak pihak. Alasannya mungkin saja karena informasi tentang peradilan
adat sangat minim atau disebabkan adanya upaya sistematis oleh para pihak
terutama negara yang mencoba mengaburkan makna hakiki dari peradilan adat itu
sendiri. Faktanya sampai saat ini peradilan adat hanyalah tinggal cerita-cerita
lama, yang terbungkus dalam bingkai usang sejarah negara ini.
. Peraturan dan kebijakan anti peradilan adat ini
secara pasti berdampak terhadap hilangnya kuasa para Kepala Adat dan para
Temenggung, karena dengan adanya penyeragaman tersebut tugas dan fungsinya
sebagai satu-kesatuan dari sistem hukum adat tergantikan oleh aparatus desa.
5. Nilai Agama
Menurut Kamus Besar
Indonesia (KBBI) nilai adalah nilai adalah harga (dalam arti taksiran harga) / banyak sedikitnya
isi, kadar dan mutu.Agama adalah
ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dengan pergaulan manusia
dan manusia serta lingkungannya.
Sejak awal
kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka,
yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat
istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini
masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak
sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian
pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah
berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab
lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih
melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya
hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam
memaknai kehidupan.
kepercayaan
kepada dewa-dewa. Sebelum agama
islam masuk ke kalimantan selatan, agama siwa Budha sudah lama berkembang di
daerah negara Dipa dan negara Daha. yang jelas bukti keberadaanya adalah agama
Siwa dengan candi Laranya yang terdapat di daerah Margasari, dimana terdapat
Bekas Lingga, joni, nandi, dan sebuah Arca yang sudah tidak utuh lagi.
Kepercayaan
kepada mahluk-mahluk halus.masyarakat
kalimantan selatan pada umumnya mempercayai adanya alam mahluk-mahluk halus
ini,yang meliputi : alam gaib tinggal dibumi lamah, berbentuk manusia gaib,
mati dan melahirkan, hidup bermasyarakat seperti masyarakat biasa, darim
lapisan raja-raja, bangsawan, ksatria, ulama, dukun dan sebagainya. Dalam hal
nini golongan-golongan raja-raja Banjar mitologis sampai dengan beberapa raja
Banjar Historis di kategorikan dengan manusia alam gaib.
Yang sangat
terkenal dan sering dipanggil dalam dalam tiap upacara religi atau upacara adat
biasa adalah pangeransuriantadan putri junjung buih, Pangeran
Kacil,panembahan Batuah, Menteri Empat seperti Panimbah segarapembelah batung,
manguntung manau, mangaruntung waluh, pengeran Bagalung dan sebagainya.
Kepercayaan
kepada muakkad dan muwakkal, mereka
juga di kategorikan sebagai mahluk-mahluk halus yang terdapat dalam kepercayaan
agama islam. Setiap manusia yang telh mencpai tingkat kesempurnaan dan
kewalian, mempunyai teman yang disebut muakkal-muakkal. Di kalimantan
selatan terkenal umpamanya Muakkal Datu kalampaian atau dalam sebutan umum
dikenal sebagai Datu Baduk, seorang jin islam yang tinggi agamanya dan datang
bersama Syekh Arsyad al Banjari dari Mekkah.
Kepercayaan
kepada para Datu, kepercayaan ini
amat umum dikalangan masyarakat kalimantan selatan ini. Datu-datu ini terkenal
dalam cerita
rakyat berupa
mitologi mmengenai macam-macam aspek, umpamanya Datu pujung, Datu pegunungan
bukit Meratus, datu kertamina, datu yang menguasai para buaya, datu sapala dan
sebagainya.
Kepercayaan
kepada mahluk-mahluk halus. Mahluk-mahluk
halus dianggap mendiami gundukan-gundukan tanah (belahmika), punggur
kayu,jenis-jenis kayu tertentu, parit sungat dan sebagainya.
Jenis-jenis hantu
ini adalah: hantu kisutatau datung kabayan, sundal bolong,hantu suluh (malam
hari), agaman atau takkau adalah kucing hitam yang bisa berubah menjadi sebesar
kerbau dan sebagainya.
Kepercayaan
kepada kekuatan-kekuatan gaib : umumnya
berlaku dipedesaan dan kota. Kekuatan-kekuatan gaib ini bersifat magic memiliki
kekuatan-kekuatan positif atau negatif dan da;am istilah darah disebut dengan
kekuatan putih atau kekuatan hitam. Yang putih tidak sellu baik, demikian pula
yang hitam tidak selalu jahat. Sumber kepercyaanya berasal dari kebudayaan asli
daerah.,dan adapula yang berasal dri agamaislam sendiri. Dalam hal yang
bersumber dari kebudayaan asli daerah yaitu dari kahariangan atau bukit,
dimana terdapat kekuatan-kekutan gaib yang diginakan untuk membunuh dan merusak
hidup orang.
Parung maya
adalah kekuatan gaib yang sangat ditakuti karena jika orang yang terkena
kekuatan ini maka langsung meninggal. Mereka yang melakukan parung Maya ini dengan kekuatan gaib, menggunakan
parang dengan daun linjuang yang bentuknya seperti pisau berkaki tunggal
diwaktu senja.
Kepercayan
kepada kekuatan-kekuatan sakti. Semua
jenis bend dinggap memiliki kekuatan sakti yang dapat memberikan kebaikan atau
keburukan.
Kepercayaan
kepada jimat-jimat, berupa benda
yang dibuat dengan aturan – aturan tertentu, baik kertasnya, tintanya, dan
waktu
mengerjakannya, teknik
dan ayat-ayat yang di tulis dalam bentuk lambang angka atau kalimat-kalimat
tertentu. Jimat-jimat ini biasanya berbentuk segi empat, bundar dan pipih.
Kepercayaan
terhadap kekuatan batu-batu sakti. Dalam kepercayaan terhadap batu- batu ini nanya percaya kepada dua
jenis batu saja, yang khas dalamkedudukannya dalam hal pemilikan tenaga
kesaktian ini yaitu : batu akik dan batu jambrut. Batunakik brfungsi sebagai
kekuatan-kekuatan pintu rejeki terantung dilihat dari pancaran sinarnya.
Demikian pula denganbatu jambrut, tergantung dari jenis rupa dan bentuk
pancar yang ada.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus